Sampai detik
ini aku masih menginginkan bahwa ini hanya sebuah mimpi. Mimpi yang tak mungkin
menjadi nyata dalam duniaku. Aku tak ingin terbangun dan menghadapi kenyataan
bahwa kamu bukan milikku. Aku tak ingin tersadar dan mengetahui bahwa kamu
tidak berada disampingku. Kita telah berpisah oleh jarak, oleh situasi dan oleh rasa. Hanya karena keegoisan kita menjadi seperti ini. Andai diantara kita ada yang mau mengalah saat itu, mungkin
semuanya tak akan menjadi seperti sekarang ini. Andai perselisihan itu tak
pernah terjadi mungkin tak akan pernah ada lubang cacat diantara kita.
Dan disinilah
aku kini. Berada diantara semua benda mati.
Semua benda mati yang seolah-olah menggempur cerita tentangmu. Semua benda mati
yang tetap menemaniku walau ragamu tak bersamaku. Saat aku tak bisa lagi
menjangkau bayangmu, hanya benda-benda inilah yang menjadi sasaran pelukku
menggantikan hangatnya pelukanmu. Saat aku tak lagi mampu menahan rindu, hanya
benda-benda inilah yang mampu menopang semua rinduku terhadapmu.
Ketika otakku
memerintahkan untuk menyingkirkan semua benda-benda yang mengingatkanku padamu,
hatiku tak mempersilahkan begitu saja. Hatiku tak kuasa untuk melakukan semua itu.
Apakah itu artinya aku masih menyimpan rasa yang teramat dalam terhadapmu? Apakah
aku salah terlalu mencintai dirimu dan tak rela pada keadaan yang tlah
memisahkan kita? Lalu bagaimana denganmu disana? Apakah kamu juga merasakan hal
yang sama? Atau kamu dengan mudah melupakan semua tentangku dan tentang kita?
Tak ada lagi
kata-kata sayang yang meluncur manis dari bibirmu. Tak ada lagi senyummu yang
selalu menghiasi dan mewarnai hari-hariku. Tak ada lagi candamu yang membuatku
tertawa melupakan semua masalah yang membelitku. Semua tlah pergi seperti angin
yang menghempaskan debu-debu. Kini semua terasa hampa. Aku tak tau apakah besok aku masih
bisa berdiri tegak ketika melihatmu tersenyum tapi senyuman itu bukan untukku.
Apakah harapku terlalu tinggi menginginkanmu selalu dalam pelukku (lagi)?
Menjadi alasanku tersenyum. Menjadi alasanku bersemangat untuk menghadapi hari
esok. Apakah terlalu sulit untukmu menjadikan semua itu nyata?
Entah harus
berapa lama waktu yang aku butuhkan untuk melupakanmu. Entah harus sampai kapan
aku terpenjara sendiri merasakan kesepian tak berujung ini. Jika memang kita
tak bisa kembali seperti saat kita bahagia, berikan aku waktu untuk
merelakan semua yang tlah terjadi diantara kita. Jika memang aku harus
merelakanmu, kuatkan aku untuk menerima semua kenyataan menyakitkan ini.
Tidak semua cerita cinta berakhir bahagia Ketika perpisahan menjadi jawaban maka kenyataanlah yang berbicara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar