Selasa, 31 Mei 2016

Dengan Waktu "Cinta kita memiliki Batas"



Diantara kita, bahkan itu aku selalu ingin menulis harapan-harapan baik, sampai lupa menyiapkan hati yang kuat untuk menerima hal terburuk yang akan terjadi.

Ya… “Hati” memang rawan patah. Ingat kata terakhir kalimat barusan jangan diletakkan di depan kata pertama.. (patah hati jadinya) dan itu sakitnya luar biasa. Kalau difikir-fikir lebih baik sakit tyfus ketimbang sakit TBC (tekanan batin cinta). Menurut aku si gitu, mungkin menurut yang lainnya yang sudah merasakan keduanya bisa mempertimbangkannya bahwa tyfus lebih meredakan ketimbang TBC.

Kata orang patah hati itu akan berangsur menghilang dengan sendirinya dengan obat “waktu”. Apa itu “waktu”? udahlah kita tak perlu mencari tahu apa itu waktu.Sebab waktu juga akan membuat kita percaya bahwa “cinta kita memiliki batas”. Namun dengan waktu kita dapat menjalani hidup dengan lebih bermakna dan waktunya kini aku mengasihi diriku sendiri setelah patah hati gara-gara mengasihi orang lain.

Dalam perjalanan waktu yang kulalui, aku menemukan kembali bocah kecil yang dahulu tak mengenal kosakata "menyerah" dalam kamusnya ketika dalam segala keterbatasan mengejar kepuasan yang lahir dari mimpi-mimpi yang selalu diziarahi harapan.

Sejenak aku merasa, perjalanan hidup harus sepaham dengan jarum jam yang tak pernah berhenti. Namun tentu perjalanannya tak akan semulus harapan kita, mendadak terjal dan berliku, yang diwarnai dengan tawa, air mata, peluh, dan doa dalam lembar demi lembar perjalanan hidup.

Ingat sebaris kalimat bijak dari Coelho, penulis hebat asal Portugal. "Jika seseorang sangat menginginkan sesuatu, semesta akan bekerja sama untuk mewujudkannya."
Ada juga orang bijak pernah berkata bahwa hidup adalah untaian perjuangan dan doa. Sebuah rangkaian manik-manik semangat dan peluh yang sesekali berderai dihantui bayang keputus-asaan dan air mata.

Akan tetapi, kabarnya para pejuang sejati akan berjuang sampai hilang bentuk, sampai jantung kehilangan iramanya.

Untuk sekarang aku akan berjuang untuk ingatanku yang akan berusaha melupakanmu sekuat tenaga. (Semoga hatimu percaya).

Sungguh aku benci persimpangan, persimpangan hanya membawa kau dan aku menemukan seseorng lalu salah satu dintara kita merasakan “kehilangan”. Atau mungkin kemarin kita terlalu nyaman sehingga kita tak sadar jika kehilangan adalah suatu keharusan?

*Tulisan alay yang setelah menulis ngebaca ulang terus geli sendiri, dan baru sadar gw sealay itu. (Vaa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar