Persimpangan jalan yang telah menyambut kita dengan etalase yang ramai hadirkan gemerlap kenengan yang hanya dijadikan sebuah dongeng. Murung dengan topeng penuh tawa di atas luka yang coba dilupakan.
Akankah kita saling melupakan atau terlupakan? kini diantara kita hanya ada jarak. Aku dan kau yang tak pernah peduli membiarkan dendam terpendam, mempersilakan cinta menjelma kebencian.
Kita tau bahwa luka tak memiliki suara, sebab air mata jatuh tanpa banyak bicara. Tahukah kau bahwa waktu pernah bercerita tentang kita? bahwa kau dan aku lebih indah dari masa lalu. sebelum pada akhirnya masa lalu adalah milik kita, di hari ini.
Mungkin bagimu, persimpangan ini begitu mudah, maka ajari aku, sebab bagiku ini terasa sangat parah.
Kau ingat, begitu angkuh kita pernah berbagi rasa; begitu patuh renjana berencana. Hingga akhirnya, waktu tak lagi memberi restu.
Aku membutuhkanmu untuk mengajarkanku menulis puisi, Seperti bahasamu; aku ingin berbahagia di kata-kataku sendiri.
Sekarang waktu seperti tak pernah habis, ketika persimpangan telah memisahkan kita, waktu, jarak, rindu, dan kata-kata yang tak akan pernah berani lagi merayumu untuk kembali.
Dekaplah aku, dengan telanjang. Katakan; kau menyayangiku, kau tak akan pernah meninggalkanku, kau segalanya untukku, katakan itu ketika tubuhku tak memiliki apa-apa, bahkan tak pula kemeja.
Terkadang aku merasa kata-kata yang tumpah bersuara, sedikitpun tak mampu menjelaskan perasaan yang kupunya.
Jika musim depan tak memberiku pilihan, akupun bersiap diri menjadi perihal yang layak untuk kau lupakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar